Sabtu, 06 November 2010

Runtuhnya kubah lava Geger Boyo pada 14 Juni 2006

Lahar Gunung Merapi: Jangan Panik, Bertindak Sesuai Ancaman

Forum Merapi - 14.09.2008,
Runtuhnya kubah lava Geger Boyo pada 14 Juni 2006 menyebabkan awan panas di Sungai Gendol, sisi selatan-tenggara Gunung Merapi yang merenggut 2 korban jiwa. Peristiwa itu juga menghasilkan tumpukan 6 juta meter kubik pasir, batu dan abu. Khusus abu disebut secara khusus sebagai endapan awan panas.
Sejak itu pula, kawah G. Merapi terbuka ke arah S. Gendol. Erupsi-erupsi kawah selanjutnya selain mendatangkan ancaman awan panas, juga menambah jumlah tumpukan material di S. Gendol. Musim hujan, abu endapan awan panas akan menjadi lahar yang berpotensi mengancam aset-aset dan kehidupan masyarakat di alur S. Gendol dan S. Opak.
“Jumlah material letusan di Gendol sejak Juni 2006 sekitar 10 juta meter kubik”, ungkap Subandrio, kepala seksi G. Merapi, Balai Penelitian dan Pengembangan Teknik Kegunungapian (BPPTK), Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Departemen Pertambangan dan Energi. Ia mengungkapkan hal itu dalam pemaparannya tentang konteks ancaman pada pelatihan kesiapsiagaan berbasis masyarakat yang diselenggarakan oleh masyarakat dan PSMB UPN “Veteran” Yogyakarta di dusun Petung, desa Kepuharjo, Cangkringan, Sleman 24 Oktober 2006.
“Tidak perlu panik, tapi harus tetap waspada. Artinya, kita harus menanggapi ancaman lahar itu secara proporsional,” lanjut Subandrio mewanti-wanti. Maklum, sejak September 2006 tersiar kabar akan terjadi lahar di S. Gendol yang akan membanjiri kawasan hilir. Kabar lain bahkan menyebutkan lahar akan menerjang kota Yogyakarta.
Rumor itu boleh jadi manifes dari kesiapsiagaan yang sedang berproses menemukan bentuk konkritnya. Tanpa pemahaman konteks ancaman lahar yang empirik dan pengkajian risiko yang masuk akal, maka proses sosial kesiapsiagaan keblinger menjadi rumor meresahkan. Juga mudah dipelintir jadi pembenar tindakan antisipasi berbiaya lebih mahal dari nilai risiko potensialnya. Utang lagi. Di sinilah kesiapsiagaan jadi berlawanan dengan tujuannya, mereduksi risiko.

* * *

Dalam konteks ancaman G. Merapi, lahar adalah jenis ancaman sekunder. Ancaman primernya awan panas. Kata lahar berasal dari Indonesia dan telah jadi sebutan mendunia bagi fenomena tercampurnya abu endapan awan panas dengan air hujan.
Campuran abu dengan air membentuk cairan kental dan mengalir ke tempat lebih rendah mengikuti alur sungai. Kecepatan aliran lahar sekitar 6 meter per detik atau antara 20 hingga 30 kilometer per jam. Tergantung kemiringan dasar sungai. Makin miring, makin deras. Dalam besaran jumlah aliran, kecepatan dan lama waktu pengaliran tertentu, lahar mampu menggerus pasir, tanah dan bebatuan di dasar atau tebing sungai yang dilaluinya. Material gerusan ini yang membuat lahar menjadi berbahaya.
“Kalau yang yang mengalir masih cairan kental campuran abu dan air belum membawa material lain, itu masih lahar biasa yang tidak membahayakan,” jelas Subandrio. Jadi tidak semua material longsoran kubah lava menjadi lahar. Hanya abunya saja.
Besaran curah hujan yang bisa memicu lahar antara 40 sampai 70 milimeter selama 2 jam terus menerus. Faktor lainnya, kemiringan dasar sungai cukup terjal. “Syarat-syarat terjadinya lahar (kandungan abu, kemiringan dan potensi curah hujan) di S. Gendol terpenuhi semua,” jelas Subandrio. Tinggal menunggu datang curah hujan yang cukup, akan terjadi lahar di Gendol.
Lebih jauh tentang hujan pemicu lahar, Subandrio menjelaskan bahwa rerata curah hujan di lereng selatan G. Merapi relatif lebih tinggi dibanding di lereng barat. Dengan begitu, endapan awan panas di lereng selatan, peluangnya menjadi lahar lebih besar. Menurut data BPPTK, 60 persen kejadian lahar G. Merapi dipicu hujan yang bersifat lokal atau hujan di satu sisi lereng saja. Selebihnya dipicu oleh hujan menyeluruh di kawasan G. Merapi.
Hujan pada awal-awal musim menurut Subandrio belum akan menyebabkan lahar. Awalnya air hujan akan diserap oleh abu endapan awan panas. Selanjutnya diteruskan ke lapisan pasir dan batu dibawahnya. Ketika lapisan bawah sudah jenuh air, hujan masih terus terjadi, abu endapan awan panas ikut jenuh dan menjadi lahar. Pada curah hujan yang rendah, air hujan beperan memadatkan abu endapan awan panas dan material di bawahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar