Koperasi yang pernah menjadi kekuatan ekonomi bangsa ini sejak sebelum kemerdekaan, dan bahkan menjadi salah satu alat perjuangan bangsa. Namun kini seolah tenggelam citranya, bahkan seolah tak memiliki peran bagi kemajuan bangsa ini.
Dari ribuan koperasi yang tersebar di Indonesia, baik di perkotaan maupun di perdesaan, hanya berhitung puluhan saja yang berkualitas baik, beraktivitas rutin dan berkembang. Beberapa saat lalu, koperasi di provinsi kita justru tercitrakan buruk oleh persoalan beberapa kasus “kospin”. Masih adakah harapan kita kepada lembaga usaha jenis ini untuk merevitalisasi ekonomi nasional?
Menengok ke belakang saat krisis ekonomi global 1997-1998 dan yang baru saja terjadi tahun lalu. Ada usaha yang digolongkan oleh pemerintah sebagai usaha mikro, yang begitu tangguh bertahan menghadapi badai krisis ekonomi.
Jenis usaha mikro ini tetap bergerak dengan caranya sendiri dan terus menyerap tenaga kerja. Usaha mikro ini diperkirakan berjumlah lebih dari 51 juta. Jumlah itu adalah 98 persen dari semua usaha berbagai skala di tanah air.
Jenis usaha ini susah dideteksi karena bergerak sendiri. Jangankan mendapatkan kredit perbankan, baru seleksi berkas pengajuan kredit saja sudah ditolak. Mungkin ini kelemahan UKM (Usaha Kecil Mikro) ini, namun ini juga kekuatan. Tidak terkaitnya UKM dengaan permodalan perbankan dan apalagi investasi asing itulah menyebabkan UKM nyaris tidak tersentuh pengaruh krisis ekonomi global.
Tetapi UKM ini tercerai-berai. Mereka tidak memiliki kesatuan atau perhimpunan. Mereka harus menyelesaikan sendiri persoalannya. UKM jadi rentan terhadap isu penggusuran, sulit naik kelas menjadi usaha kecil, menengah atau menjadi besar karena sulitnya permodalan. Barang yang diproduksi atau diperdagangkan, bukanlah barang yang memiliki keunikan dan keunggulan di pasar.
Pada saat yang sama, ada fakta yang mengenaskan bahwa di provinsi ini terdapat 42 ribu orang pencari kerja. Di antara puluhan ribu pencari kerja itu, 32 ribu orang berkualifikasi sarjana. Untuk skala nasional, lebih dari satu juta lulusan D3, S1, S2 dan S3 masih menganggur.
Sarjana yang masih menganggur itu, tinggal dibangkitkan semangat, minat dan inisiatifnya. Para sarjana ini bisa dibina melalui koperasi. Soal kreativitas, bisa muncul ide-ide bisnis mengejutkan. Dari sini, akan terbentuk UKM yang berbasis pengetahuan (knowledge). Dengan demikian, UKM secara perlahan diperbaiki pencitraannya dari kesan kakilima yang lemah dan kumuh.
Selain koperasi dan departemen koperasi, peran perguruan tinggi serta Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Indonesia sangat dinantikan. Perguruan tinggi mulai merevisi kurikulumnya sehingga tidak menyemangati anak didiknya menjadi pegawai dan pekerja semata. Namun lebih dari itu, harus menyemangati mahasiswanya dengan kemandirian.
Kadin yang sudah lebih dahulu terjun ke dunia usaha, harus bersedia memberikan bimbingan dan berbagi pengalaman dengan para yuniornya. Jika semua komponen bangsa ini bergerak, maka tidak mustahil pada tahun 2014 akan muncul 4 juta pengusaha kelas dunia berbasis ilmu pengetahuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar